Aku Hari Ini
.
Di kala suara kantor seperti segerombolan lebah lewat mendesau hiruk cerita sana sini tentang rumor yang berkembang, aku pun ada diantara mereka. "Bagaimana dengan anak cicit kita. Belanda sudah pergi kawan, sekarang Jepang yang datang. Perjuangan blomlah usai." Seru seorang kawan. Cukup memelas tapi cukup menggelitik kegelian. Kami tertawa, mentertawakan nasib buruk yang telah, sedang dan akan kami terima.
"Sebenarnya karma apa sih yang telah kita lalukan dikehidupan yang lalu, hingga nasib buruk tak mau anjak?" seru kawan lainnnya. Pertanyaan yg memang tak membutuhkan secuilpun jawaban. Kami laksana budak-budak hitam legam di perkampungan budak milik Baron Araruna yang berharap sebuah surat kebebasan atau bila tidak kelengahan dari pemiliknya untuk bisa kabur.
"Ini mah podo wae, sama saja." seru yang lain, dengan ekpresi yang kurang lebih sama.
aku terdiam. Rumor itu, akan sama saja rasanya. Tapi ada peri yang terselubung di hatiku. Tak tahu apa. Sulit mencari onaknya. Perih, bukan karena lantaran berita park Yong Ha yang tiba-tiba harus mengakhiri hidupnya dengan seutas tali charger. Atau ramalan gempa dahsyat yang akan menghantam kampungku medio juli ini. semua berkecamuk. Kuliah, Yogya, pekerjaan yang menumpuk, amak, nasib cita-citaku. Semua lebur jadi satu. Rumor itu akankah menyita sebagian impianku? Pertanyaan2 besar menggelayut, berayun2 senang di benakku.
Berusaha keras aku mencari kalimat2 motivasi untuk sekadar menjaga status hidup normal.
Hidup adalah perjuangan ..... man jadda wa jada ...... ujian seberat apapun selama tidak membuatmu mati itu adalah penguat bagi dirimu ... Mario teguh, I gede prama, ust yusuf mansur, aa gym, sampai kuliah subuh mamah dedeh kudengar dan kupahami lamat2.
Inilah aku dalam kegusaran ku sendiri.