Ada Cinta di Busway (Jaket Almamater)
.
"Yang Kali deres jangan masuk dulu. Harmoni ... harmoni ... " Lelaki berseragam merah lada itu tampak semakin beringas bagiku. Bayangkan saja. Kulitnya yang hitam legam dengan dibalut seragam merah lada membuat siapa saja yang melihat akan berpendapat sama denganku. ia seperti dendeng yang habis disengai di tengah panasnya matahari waktu lohor. Tapi bila dicoba dilihat lebih teliti. Ya, mungkin sediakan saja sedikit waktu barang 10 detik ternyata muka dendeng itu punya senyum yang bagus. Seolah minum air kelapa muda dingin waktu buka puasa yang hari pertama Ramadhan. Sejuk, manis, menyegarkan. Mungkin itulah senyum yang berasal dari hati. Tulus, tanpa ada campur tangan negatif otak yang berkedok logika yang meyesatkan. Mungkin ini yang disebut bekerja dengan hati. Dari performance saja sudah terlihat kecuali orang katarak atau orang yang pura-pura katarak.
Tangannya menghadang antrian penumpang kalideres yang ingin menyerbu masuk ke dalam busway jurusan Harmoni. Ini bukan bis kalian, sabar, nanti juga datang, jangan mempersulit saya, antri saja dengan tenang. Mungkin itulah yang ada dalam otak lelaki dendeng itu. Bagiku menyelip antrian adalah sebuah pelanggaran hukum sekaligus pelanggaran agama. Pelanggaran hukunm karena sudah nyata-nyata tertulis dalam norma kesopanan "Harap Antri" tapi masih dilanggar. Pelanggaran agama karena akan menimbulkan dosa. Orang yang diselip marah, menggerutu, menyumpah-nyumpah dalam hati dan yang paling parah akan memicu pertengkaran. Tapi hari ini pagi ini mau tidak mau aku harus menerobos masuk tidak memedulikan peringatan si dendeng merah lada. Palang tangannnya kukibas. Tak memedulikan tatapan mata sewotnya dibelakangku. Masuk is a must, saat ini detik ini, tak bisa dibantah dan tak terbantah.
Alasan telat, bukan itu kali ini. Masalahnya adalah emotion reason. Alasan nakal yang tidak berlogika. Karena yang kutahu tidak ada logika untuk rasa suka. lebih dari itu semua adalah rasa penasaran yang menggelayut.
Kuingsutkan badan tepat ditiang bus dekat pintu masuk. Mataku mencoba mencari-cari sosok yang selama ini membuat hatiku tidak hanya mencari tapi berkelana. Si Jaket Almamater. Dimanakah dia. bukankah sosok itu tepat dihadapanku tadinya mengantri di jalur yang seharusnya, Harmoni.
Penat mata ini mengitari tiap sudut bus. Aku berhenti tapi tidak menyerah. Bukankah masih ada esok hari. Perjuangan masih berlanjut. BANZAIIIII, ADES san ......
Teeeet .... teeeet .... teeeeeeett. Klakson bus gaban angkuh ini menohok berkali-kali ditelingaku. Seolah membuat anak telinga meloncat keluar dan mencari induk baru. Ada sebuah bis patas yang sengaja memakai jalur yang khusus disediakan untuk bus gaban ini. Woiiiiiii, ini wilayah gue, kau mengotori jalanku saja, dasar bis bau dengan penumpang yang juga bau. Itulah seolah yang ingin disampaikan oleh klakson sialan itu. Lamunanku berserak dengan dalam wujud wajah masam. Kulirik kembali pemandangan yang ada didepan sana. Bis patas berusaha sedikit menepi, tapi tetap saja bus gabanku tidak bisa menginsut ke depan.
Tak sengaja kepalaku mendongak ke arah kiri. Oh my godness, si Jaket Almamater itu ada disana. Persis dihadapanku. Sempat kumerasa dua bola matanya tertuju kepadaku. Menohok kearahku, tepatnya. Aku suka kata menohok untuk mendeskripsikannya. Terkesan tepat sasaran, keras, tajam, nakal, binal tapi punya estetika. Entah bagi orang lain.
Inilah yang kuidam-idamkan sejak lama. Bisa sebus dengan si Jaket Almamater itu. Dan ternyata di langit ketujuh catatan takdir itu ditulis hari ini.
Tak perlulah tahu siapa namanya. Tak perlulah tahu berapa no handphonenya. Apa makanan kesukaannya, hobbynya, tinggal dimana ia, anak keberapa dari berapa bersaudara, punya agama atau tidak. Itu tak penting. Bagiku curriculum vitaenya hanya tercantum satu hal, yaitu jenis kelaminnya. Itupun bila ia tak pernah operasi transgender. Hopefully!!!
"Jadi yang lo mau apa sich, gue jadi bingung?" Itu satu hal yang kudu terlontar dari setiap orang bila mendengar ceritaku ini. Tak jauh beda dengan Lunnad. Itupulalah yang ingin diketahuinya dariku.
"Aku cuma mau satu bis gaban dengan si Jaket Almamater itu. Menutupi rasa penasaran. That's it."
Lunnad mengerutkan keningnya, hampir menembus angka sepuluh kerutan. Fantastis.
"Lain kali?"
"Ga ada lain kali."
hallo,, boleh kenalan gak?
aku lagi nulis cerpen nih,, tentang cinta di busway,, eh,, tiba2 liat blog kamu pas iseng2 cari di google,, nice writing,, kalo boleh,, bisakah saya menjadikan kamu inspirasi?
thanks!